Bukan Bualan Belaka
Dalam kehidupan majemuk
di dunia ini, seringkali kita disuguhkan 2 pilihan-atau bahkan lebih. Kadang
mudah, kadang susah. Kadang, pilihan yang kita pilih harus dibalut luka
perjuangan, atau peluh kesah, atau tangis yang mengharu biru. Dan memang, hidup
itu sendiri adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk pergi atau datang. Pilihan
untuk membenci atau mencintai. Pilihan untuk terus berlari atau berhenti dalam
stagnansi. Pilihan untuk berjaya di surga, atau terjungkal dalam neraka.
Sobat, siapakah yang mau mengelak
dari surga? Tentu, hanya orang-orang yang berkalang hitamnya kebodohan yang
akan berdiri di front terdepan. Kabar buruknya, jumlah mereka banyak.
Makhluk-makhluk berjasad manusia, dan berjalan pikiran ala hewan. Bahkan seekor
cheetah pun tahu kalau sekerat daging yang ia inginkan, harus ada peluh
keringat yang ia korbankan.
Dan kabar gembiranya,
tidak semua manusia seperti itu.
Merekalah yang berlari
ke pintu surga ketika yang lain duduk malas. Merekalah yang menghiasi
wajah-wajah mereka dengan senyuman ketika yang lain mencibir dan
mendiskriditkan. Merekalah yang memandang surga dengan kedua mata yang jernih
ketika yang lain melihat dengan sebelah mata – atau bahkan tertutup semua.
Merekalah yang mengetuk pintu surga ketika yang lain berusaha mendobrak pintu
neraka. Dengan darah dan nyawa? Tak mengapa.
Tak usah pergi mencari
literatur usang hanya demi mencari suri tauladan mereka. Nama ini sering kita
dengar dalam lantunan adzan dan seruan iqomah. Nama ini sering kita baca dalam
khusyuknya sholat dan dzikir. Nama ini, siapa yang asing?
Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seorang
yang menyingkap selimutnya, menyibak tirainya, dan pergi ke pasar-pasar dan
jalan manusia untuk mengembalikan dataran bumi menjadi datarannya para perindu
surga. Konflik, pendustaan, pengusiran, olok-olok, umpatan, tuduhan sebagai
dukun, tukang tipu, orang gila, beliau hadapi dengan secarik senyum keyakinan.
Imbasnya, para sahabat beliau diusir, diperangi, dibunuh, dan dihinakan.
Istri-istri beliau dituduh, diancam, mata rantai penghidupannya diputus,
dilukai, dilempar batu hingga gigi gerahamnya terhempas, melihat paman beliau
terkoyak perutnya di hadapan matanya sendiri, menderita kekalahan menyakitkan
di Perang Uhud, menghadapi perlakuan kasar orang-orang badui, kesombongan
orang-orang kaya, kedengkian orang-orang Yahudi, makar orang-orang munafik, dan
apa? Untuk apa semua itu?
Tentu, untuk cinta yang
berselimut iman, berhias perjuangan. Cinta pada Dzat Pemilik Surga!
Umar bin Khattab harus
mengakhiri catatan kecil hidupnya dengan berlumuran darah di mihrabnya setelah
sebuah kehidupan yang penuh dengan jihad, pengorbanan, zuhud, wara’, dan
penegakkan keadilan di tengah ummat manusia.
Ali bin Abi Thalib
ditikam secara licik di masjid justru karena sifat agungnya, peranan yang patut
dicontoh berupa cintanya pada Allah, Rasul-Nya, Islam, jihad, dan syahadah.
Syaikhul Islam
Taqiyyuddin ibnu Taimiyyah dipenjara dan tidak boleh bertemu dengan keluarga,
sahabat, dan buku-bukunya. Tapi justru dengan itu Allah mengangkat namanya di
segenap penjuru dunia.
Faishal ibn Abdulaziz,
Raja Saudi Arabia kurun 1970-an harus membayar mahal atas keberaniannya
meneriakkan kemerdekaan bagi saudara-saudaranya di Palestina dengan beberapa
butir peluru yang bersarang di tubuhnya.
Tentu, hanya orang-orang
bodoh lah yang melakukan hal-hal di atas tanpa sebab, tanpa alasan.
"Dan tidaklah mereka disiksa melainkan karena mereka beriman pada Allah, Maha Perkasa, Maha Terpuji (Al-Buruj)
Hidup adalah sebuah
pilihan, dan seperti itu lah pilihan para perindu surga. Mereka nyata, bukan
fiksi atau fatamorgana, apalagi dongeng yang penuh retorika. Mereka bertebaran
di sekitar kita. Adakah kita mengambil manfaat?
Hidup adalah pilihan,
dan seperti itulah pilihan mereka. Maka, bagaimana pilihanmu? Mengetuk pintu
surga, atau mendobrak pintu neraka?
0 komentar: